Jumat, 06 November 2015

Problem yang Terjadi Saat Offroad-Bandung Offroad

Sebelumnya pernah diulas beberapa kesalahan yang kerap dilakukan ketika memodifikasi suspensi per daun. Kali ini coba dirangkum 7 solusi yang bisa dilakukan agar kesalahan yang terjadi bisa diatasi:

1. Sakel 
adalah salah satu kunci dalam suspensi lift pada sistem per daun. Penggantian sakel standar dengan ukuran lebih panjang memberikan efek instan yang cukup signifikan. Tongkrongan kendaraan akan jadi lebih tinggi dibanding sebelumnya. Tapi pemakaiannya sakel yang lebih panjang tanpa diikuti dengan perombakan bagian lain akan memunculkan problem berkurangnya stabilitas kendaraan. Kendaraan akan gampang limbung terutama ketika dalam kecepatan tinggi.

Untuk mencegah masalah tersebut, perlu mengetahui ambang batas aman panjang sakel yang akan dipakai. “Sebagai contoh, panjang sakel (jarak antara lobang pada sakel) standar sebuah Jimny adalah 3 inci maka panjang sakel maksimalnya hanya boleh nambah sekitar 2 inci saja. Selebihnya pengendalian kendaraan dijamin akan kacau dan seloyoran,” terang Dennis Emanuelle dari MMC Jakarta Selatan.

“Walau panjang sakel yang diperbolehkan tersebut sudah mengubah geometri steering ataupun sudut caster, tapi masih dalam batas ambang toleransi,” imbuh Halle dari Hale 4×4 Bandung. “Dengan penggantian tersebut jelas tidak sesempurna jika menggunakan sakel standar. Tetapi penggunaan ban yang lebih besar tak mudah mentok bodi serta tampilan jadi lebih gagah menjadi benefit tersendiri,” imbuh Hale dari Hale 4×4 Bandung sembari menyudahi perbincangan.

Caption Foto:Tambahan ukuran 2 inci merupakan penambahan palik maksimal dalam kondisi per standar) (gbr: sakle 2)Sakle revolver tidak direkomendasikan untuk penggunaan harian (gbr: sakle 1)

2. PerMenge-roll per juga salah satu cara mujarab dan instan dalam suspension lift. Per akan jadi lebih melengkung. Otomatis kendaraan pun juga jadi kian jangkung. Sayangnya penampilan gagah sukses diraih, tapi performa kian menjauh. “Per yang telah diroll berefek pada semakin pendeknya wheelbase. Kelenturan per pun kian berkurang dan travel suspensi jadi kian terbatas serta tunggangan bantingan suspensi jadi keras. Hal ini tentu membuat handling kendaraan jadi jeblok,” tutur Daniel Zebedeus dari FadWork Bandung. “Jalan keluarnya,ganti per no 1 dengan yang lebih panjang. Supaya ruang artikulasinya jadi seperti kondisi standar atau malahan lebih besar,” sambung modifikator berbodi jangkung ini.

“Beberapa sumber menyebutkan bahwa per sebenarnya tidak boleh diroll, karena dikhawatirkan akan mengubah struktur molekul pada bahan logamnya,” papar Dido dari Bengkel Seribu Pohon di Yogyakarta. “Namun dengan proses pengerolan yang benar masih bisa ditolerir,” sambungnya sembari menunjukkan alat roll yang menyerupai penggilingan kue molen tersebut. “Dengan alat ini maka molekul pada per daun tidak banyak berubah dan dapat lebih merata dalam proses pengerolan dan tentunya sangat berpengaruh pada hasil modifikasi per,” tandasnya.

Caption Foto

Pabrik tidak merekomendaasikan per untuk diroll, namun kondisi di Indonesia menghalalkan hal tersebut asalkan prosesnya dilakukan secara benar. (gbr. Per)

3. Sokbreker
Dengan per yang sudah mengalami suspension lift, otomatis sokbreker bawaan harus rela ditanggalkan. “Jika peranti per sudah ditinggikan, peredam kejut atau shock absorber pun harus diganti dengan ukuran yang lebih panjang. Hal ini untuk menyesuaikan kemampuan per dalam berartikulasi,” ujar Tri Handoko dari CBX Workshop yang bermarkas di bilangan Pondok Gede Bekasi. “Jika masih mengandalkan sokbreker bawaan kendaraan, maka kemampuan per justru akan terbatasi oleh sokbreker itu sendiri. Berbeda jika sok breker sudah diganti dengan yang panjang, performa per bisa diimbangi,” imbuh bapak dua putri ini. “Ganti sokbreker harus sesuai dengan penambahan tinggi suspension lift. Pemilihannya harus tepat tidak boleh terlalu panjang atau sebaliknya,” wantinya.


Caption Foto

Panjang sokbreker harus menyesuaikan dengan ubahan, jangan terlalu panjang atau sebaliknya. (gbr: sokbreker)

4. Sudut caster

Dampak dari suspension lift juga akan mengubah sudut caster. Posisi sudut king pin dalam kondisi normal ada pada 0˚ dan memiliki toleransi hingga +2˚. Jika proses suspensi lift masih berada dalam ukuran sudut toleransi, maka tidak jadi masalah. Namun beda kisahnya jika ubahan suspensi tersebut bikin sudutnya melebihi ketentuan. Gejala sempoyongan jadi pertanda tidak idealnya sudut yang kini ada. Oleh sebab itu sudut kaster perlu direvisi ulang.

Cara yang paling benar dengan mengubah posisi tatakan per dan disesuaikan dengan kemiringan yang dibutuhkan. Supaya sudut caster berada pada range ukuran 0 hingga +2˚. Proses revisi ini butuh kepresisian dalam pengerjaanya dan beresiko akan bergeser dari ukuran yang semestinya. “Sebisa mungkin tidak melibatkan api las supaya gardan tidak melenting. Pemotongan dudukan per ini bisa dilakukan dengan menggunakan gerinda,” ungkap Unggul Prakoso dari Restu Motor. “Dan pemasangan kedua dudukan per ini harus sama persis kiri dan kanan,” sambungnya

Tetapi ada cara lain yang lebih tidak beresiko yakni mengganjal diantara per dan dudukan per. Peranti yang dipakai berbentuk seperti kapak. Namun perlu diketahui peranti yang ditambahkan harus sesuai dengan sudut yang diinginkan. (gbr: custer & custer 2)

5. Corection

Keuntungan dari model correction adalah per jadi lebih aman ketika terjadi benturan di bagian suspensi depan. Susunan per daun pun jadi tak mudah bergeser. Letak sakel jadi lebih terlindungi karena berada di bagian ujung per bagian belakang. “Dengan corection jadi lebih percaya diri terutama untuk melibas medan yang penuh bebatuan ataupun akar pohon,” tutur Bimo Wicaksono dari bengkel Kawan.

Sayang sekali, di sisi lain kenyamanan dan handling kendaraan terutama di jalan raya jadi dikorbankan. “Steering geometri kendaraan berubah. Gerak per berubah. Pada saat compress ban akan mundur sedangkan jika rebound maka ban akan maju. Hal ini akan membuat radius putar kendaraan menjadi lebih besar sehingga handling pun turut terpangkas. Sebagai contoh apabila sebuah kendaraan berbelok menikung ke kiri, maka otomatis bobot kendaraan akan beralih ke arah kanan, sehingga tekanan suspensi sebelah kanan pun lebih besar. Pada sistem corection gerakan per akan terbalik melawan arah. Bagian kanan akan mengalami compress (gerakan per mundur) sedangkan sebelah kiri justru maju. “Sehingga kendaraan jadi lebih sulit berbelok,” tegas Dido. 

“Suspensi ini lebih cocok untuk adventure off-road bukan untuk speed off-road ataupun pemakaian di jalan raya,” sahut Rudoft Sahertian salah seorang modifikator freelance dari Selatan Jakarta. (gbr. 
Corection & corection 2)

6. Bushing

Keberadaan bushing kerap luput dari perhatian. Padahal ini juga salah satu penentu kualitas handling kendaraan per daun. Tingkat kekerasan (kelenturan dan kekenyalan .red) pada bushing akan berpengaruh pada kualitas mengemudi. Terutama dari sisi kenyamanan. Apabila bushing diganti dengan produk dengan tingkat kekenyalan yang lebih keras, otomatis kenyamanan pun terpangkas. Meski pun tingkat keawetan bushing bisa lebih panjang.

Untuk keperluan handling jenis bushing dengan kekerasan medium hingga keras diperlukan. Semakin keras bahan yang dipergunakan maka semakin sedikit tolerasi pergerakan per bergerak kiri dan kanan. “Sebaiknya gunakan bushing lunak untuk keperluan kendaraan harian. Karena bushing bawaan kendaraan atau bushing yang terbuat dari karet lebih menjanjikan kenyamanan,” ungkap F.A Nadjib dari D2 Depok. “Namun jika untuk menghasilkan sinergi suspensi yang lebih presisi boleh menggunakan bahan yang lebih keras, semisal pollyurethan(PU),” imbuh Daniel dari MMC.

Selain PU, terdapat pilihan bahan lain, salah satunya teflon. “Bahan Teflon memiliki keunikan tersendiri karena licin namun keras. Untuk kegunaan sebagai kendaraan beban memang dirasa tepat sebab tidak memerlukan artikulasi yang cukup berlebih,” sahut Dido. “Sebaiknya tentukan dahulu prioritas pemilihan bahan bushing disesuaikan dengan kebutuhan,” tutup Nadjib. (gbr: bushing)

7. Overaxle

Walau terdengar simpel, akan tetapi pada kenyataannya overaxle lebih rumit dibandingkan underaxle. “Proses pemindahan posisi per di atas gardan memiliki efek domino yang menyebabkan banyak bagian yang harus direvisi, mulai dari sudut kopel, caster hingga pengaturan sudut sokbreker,” tutur Dennis MMC. “Jika dibandingkan dengan sistem under axle, sistem suspensi overaxle lebih empuk sehingga dibutuhkan pengaturan sudut sokbreker menjadi lebih tegak supaya lebih keras. Dan perlu diingat bahwa bentuk per harus rata, tidak disarankan untuk melengkung kecuali memang itu bawaan kendaraan seperti Cherokee (belakang),” sambung pria berkacamata minus ini. “Posisi per yang rata mampu membagi artikulasi seimbang antara rebound maupun saat compress,” cerocosnya. Kehadiran torque bar jadi suatu kewajiban. Piranti ini jadi solusi untuk membatasi axle rate (puntiran gardan) besar yang menjadi ciri khas overaxle, sehingga kopel tidak gampang jebol. Selain itu juga untuk meredam getaran yang berlebihan pada kopel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar